Aku hampir lupa betapa indahnya hari-hari yang kosong itu.
Suatu waktu, aku terbangun pada hari yang kosong. Aku tidak memikirkan apa-apa dan tidak punya rencana apa-apa hari itu. Bahkan jika aku memutuskan untuk tidur kembali, tak akan terjadi apa-apa. Setidaknya, begitulah yang aku tahu waktu itu.
Tapi aku tidak ingin tertidur kembali. Matahari sudah tembus memasuki celah di atas jendela kamarku yang masih tertutup rapat. Kupikir, mungkin sudah pukul 9 atau 10 pagi. Tebakanku hampir saja benar. Pagi itu sudah pukul 9 lewat beberapa menit.
Aku berdiri meninggalkan kamar tidurku menuju ke kamar mandi. Kepalaku masih sedikit berat dan mataku masih belum terbuka sempurna. Segalanya menjadi segar ketika kubasuh wajah dan kepalaku. Seolah hari baru saja dimulai.
Sekalipun lambat, tapi aku memulai hari tanpa perasaan terburu-buru sama sekali. Kuseduh secangkir kopi saset yang sebetulnya aku tidak terlalu suka, sebab dapat membuat perutku menjadi kembung. Tapi hanya itu satu-satunya yang ada, dan aku menikmatinya sebagai kemewahan yang tak bisa kutolak.
Tentu aku tidak lupa dengan rokok yang masih tersisa beberapa batang di mejaku. Masih cukup hingga jam makan siang, pikirku. Lalu kuambil buku bacaan yang belum selesai kubaca selama berminggu-minggu. Salah satu buku kumpulan cerita pendek favoritku, The Facts Behind the Helsinki Roccamatios yang ditulis oleh Yann Martel.
Pagi itu semuanya berjalan sangat lambat. Aku bahkan bisa mengamati asap rokokku melayang di udara, melihat bayangan wajahku di permukaan kopiku, dan berhenti sesekali mencatat-menerjemahkan satu per satu kosakata bahasa inggris yang tidak kumengerti dari buku itu.
Waktu itu, aku merasa ingin melakukan itu setiap hari. Tak ada perasaan terburu-buru atau dikejar-kejar sesuatu. Tak ada tuntutan bahwa aku harus mengerjakan apa-apa. Segalanya berjalan sebagaimana adanya.
Meskipun begitu, sekarang aku paham bahwa hari yang kosong tetaplah hari yang kosong. Sekalipun indah, jika terlalu terbuai, ia dapat membuat pikiran dan perasaan menjadi kosong — apalagi dompet!.
Tapi dari hari-hari kosong itu, aku belajar bahwa adakalanya kita perlu melambat sejenak dari segala yang berjalan terlalu cepat hari-hari ini.