Member-only story
pagi ketika mimpi masih mengakar
dalam tidurku, jari-jarinya
menjalar menyentuh mataku,
membangunkan ketidakpastian.
duduk di beranda.
kulihat masa depan yang entah
berangkat ke sekolah rendah.
mengenakan baju berwarna negara;
merah sesegar hutan terbakar dan putih
sepucat kematian seorang pemuda yang
sibuk menebak-nebak kecemasan.
di jalanan. kecepatan satu-satunya kenyataan.
bahkan kalkulator dan rumus
matematika, kelelahan dan tak mampu
menghitung berapa banyak kemacetan
yang dibutuhkan untuk tidak tiba ke
kantor di waktu yang tepat.
segala yang tercatat oleh waktu
mengurung diri di balik jam dinding dan
kalender dengan senyum seorang model
yang berbentuk kepak burung-burung
pemurung. terbang jauh dan kapan saja
tertembak jatuh atau hinggap di sarang
dan menunggu kecemasan apa yang akan
menyerang.
sebentar lagi keluh berganti musim.
pikiran-pikiran semakin gaduh. lain
menyusun mimpi-mimpi baru. lain
mengusung tubuh sendiri menuju
pemakaman dengan tandu
angan-angan rapuh.