Sore tadi, aku singgah ke toko buku terdekat ketika pulang kantor. Aku tahu bahwa aku tidak mungkin membeli buku saat ini sebab keuangan tidak mendukung. Selain karena sudah memasuki akhir bulan, juga karena aku tidak menyisihkan jatah membeli buku untuk bulan ini.
Namun aku tetap singgah ke toko buku itu. Sebetulnya bukan singgah, tetapi aku sudah meniatkan untuk mengunjungi toko buku itu. Bukan untuk membeli, tetapi sekadar mencuci mata. Maksudku, aku singgah untuk menyapa buku-buku yang sudah lama kuinginkan namun belum sempat kumiliki.
Aku memasuki toko buku itu ketika tidak ada pengunjung lain. Hanya aku seorang dan dua orang penjaga yang berdiri di meja kasir. Mereka sedang saling bercerita dan sejenak tersenyum menyapaku ketika aku masuk. Aku membalas senyum mereka dan segera berjalan menuju rak buku fiksi.
Toko buku itu kecil jadi hanya beberapa langkah masuk aku sudah tiba di depan rak buku yang kutuju. Seketika aku merasakan ada kesenangan kecil yang meletup-letup di dalam dadaku. Aku senang melihat buku-buku yang berjejer rapi dan semacam saling bersaing menampakkan diri masing-masing. Mulai dari warna, gambar sampul, judul yang memikat, hingga nama-nama penulisnya yang beberapa termasuk kesukaanku.
Aku berdiri tepat selangkah di hadapan rak buku itu. Mematung cukup lama. Tak ada satu pun buku yang kusentuh sebab aku selalu mengingat pesan dari sebuah toko yang pernah kukunjungi. Katanya, “Jangan menyentuh jika tidak membeli.” Jadi hanya kedua bola mataku yang bergerak menyisir dan membaca judul-judul buku yang ada, dari pojok kiri atas hingga ke pojok kanan bawah. Setelah itu, aku berpindah ke rak sebelah.
Setelah puas berkeliling dan aku merasa kunjungan ini cukup memotivasiku, aku keluar dari toko buku itu tanpa buku, tetapi dengan satu pertanyaan di kepalaku. “Bagaimana, bulan depan mau beli buku yang itu?” Tentu saja aku tidak menjawab pertanyaan itu, tapi seketika teringat dengan daftar hal-hal yang ingin kubeli namun belum sempat.
Bahkan kemarin, temanku melihatku sedang membuka sebuah website toko online yang menjual ponsel. Layar ponselku pecah dan kupikir mungkin sudah saatnya mencari yang baru, sekalipun aku tahu itu masih keinginan belaka. “Kamu mau beli?” tanyanya. Aku hanya tertawa lalu menjawabnya, “Tidak, hanya untuk memotivasi diri saja.” Lalu kami berdua tertawa dengan kelucuan semacam ini.