Ada banyak jenis kekecewaan dalam hidup ini. Ia bisa saja datang dari hal-hal besar maupun hal-hal kecil dalam keseharian. Salah satunya, misalnya kekecewaan yang muncul setelah mencukur rambut.
Bagiku, mencukur rambut itu semacam bertaruh diri merelakan sesorang menangani kepala kita. Apapun hasilnya adalah hal yang harus diterima. Begitulah, setiap kali setelah mencukur rambut, hanya ada dua hal yang bisa kurasakan. Entah itu senang karena hasilnya sesuai dengan keinginan ataupun kecewa karena hasilnya tidak sesuai dengan yang dibayangkan.
Pagi tadi aku memutuskan untuk pergi ke tempat cukur rambut langgananku. Sebetulnya belum pantas kusebut langganan, tetapi hanya itu satu-satunya tempat yang selalu kukunjungi. Aku belum berani mencoba tempat baru. Sebab berpindah ke tempat baru sama halnya menerjang laut tanpa tahu apa yang ada di ujung pulau. Maaf sepertinya penjelasanku berlebihan.
Terakhir kali aku ke tempat itu mencukur rambutku yaitu beberapa bulan lalu ketika Ramadan. Rambutku kini sudah cukup panjang. Jika kupertahankan sekitar satu atau dua bulan lagi, panjangnya sudah cukup untuk masuk circle aktivis kampus. Rambut panjang terurai dan tak terawat. Konon katanya rambutnya tidak terurus sebab seluruh waktunya didedikasikan untuk belajar, berdiskusi, dan mengurusi hal-hal besar. Hiks!
Waktu itu, aku senang dengan hasil potongannya. Aku pulang dengan wajah berseri-seri dan tak tanganku henti untuk menyentuh rambutku. Bahkan beberapa kali, ketika berada di kamar, aku mencoba memandangi model rambutku dari berbagai arah. Dari depan, samping kiri dan kanan, lalu dari belakang dengan bantuan satu cermin kecil.
Hari ini, ketika aku berkunjung ke tempat cukur itu lagi, tentu saja aku sudah punya ekspektasi. Aku menunjukkan gambar model rambut yang kutemukan di internet. Gambar yang sama kutunjukkan padanya beberapa bulan lalu.
Namun kali ini hasilnya berbeda. Aku merasakan ada sesuatu yang berbeda. Bahkan ketika aku membayar biaya cukurnya, aku membayarnya dengan tergesa-gesa. Lalu berjalan ke motorku dan segera mengenakan helm untuk menutupi kepalaku.
Di perjalanan pulang, aku masih berusaha meyakinkan diriku bahwa hasilnya sudah cukup bagus. Nanti hasilnya pasti akan terlihat setelah membasahi rambut selepas mandi. Namun nyatanya, sama saja. Selepas mandi aku beberapa kali menyisir rambutku untuk mencari model yang terbaik, tapi tetap saja hasilnya tidak sesuai keinginanku.
Tak ada yang bisa kulakukan untuk mengembalikan rambutku. Waktu kecil, jika Ibuku salah memotong rambutku dan hasilnya mengecewakan seperti ini, aku selalu menangis sejadi-jadinya. Setelah dewasa, aku punya cara lain untuk menerimanya.
Aku selalu percaya dengan jenis potongan rambut yang kunamakan “potongan dua minggu.” Jenis potongan ini biasanya akan terlihat lebih bagus setelah dua minggu. Meski begitu aku tak pernah benar-benar tahu apakah itu karena rambutku sudah kembali bertumbuh, atau aku yang sudah ikhlas menerima hasil potongan rambutku setelah dua minggu berlalu.