Member-only story
Belum menjadi Medium Member? Baca versi gratis tulisan ini di sini.
Hampir setiap pagi, radio di parkiran motor sudah menyala ketika aku tiba di kantor. Biasanya aku disambut dengan lagu-lagu, kadang pula percakapan seorang penyiar dan penelepon, dan kadang juga iklan sekilas.
Sebetulnya tak ada yang menarik dengan radio itu. Lagipula, tak ada yang mendengarkannya. Setiap pagi, aku menemukannya berbicara sendiri dan tak ada seorang pun di sekitar yang sedang menyimak. Tak ada pendengar.
Radio itu terus menyala mulai pagi hingga sore hari, tepat sebelum jam kantor selesai. Namun aku tak pernah tahu siapa yang sebetulnya pendengar sejatinya. Sebab setiap kali aku memperhatikannya, aku benar-benar tak tahu siapa yang mendengarkannya.
Radio itu tidak mengganggu, dan bahkan justru menjadi hiburanku ketika sedang pusing atau mengantuk ketika bekerja. Sebab kadang-kadang, tanpa disengaja, aku selalu menemukan inspirasi dari radio itu. Entah itu dari lagu-lagu maupun dari kata-kata seorang penyiar.
Misalnya, aku mencuri dengar percakapan seorang penyiar dengan peneleponnya. Lalu diam-diam aku belajar cara mereka membangun percakapan melalui telepon. Aku tak yakin, tapi aku merasa bahwa bahwa untuk menjaga percakapan tetap mengalir, usahakan untuk “selalu cair.”