Kata Ibu, usiaku mungkin masih sekitar 5 atau 6 tahun. Waktu itu, Ibu harus menitipku pada seseorang setiap kali Ibu berangkat kerja. Hampir setiap hari, sepanjang Ibu bekerja.
Kebetulan salah seorang teman kerja Ibu, punya anak perempuan yang usianya 5 tahun lebih tua dariku. Perempuan itulah yang menjagaku setiap kali Ibuku dan Ibunya berangkat kerja bersama.
Aku dan perempuan itu tak ada hubungan darah dan keluarga sama sekali. Tapi, dia dengan penuh ketulusan dan kasih sayang merawat dan menjagaku sebagai adiknya.
Aku tidak tahu seakrab dan sedekat apa kami waktu itu. Aku hanya bisa menebak-nebak dari album foto-foto masa kecilku. Hampir di setiap fotoku, selalu ada dia. Entah dia sedang menggendongku, sedang bermain bersamaku, atau bahkan sedang menenangkan tangisku. Aku lupa menanyakan pada Ibu, siapa fotografer yang memotretku ketika sedang menangis waktu itu.
“Nah, ini Kakakmu. Masih ingat dengan dia? Dia yang selalu menjagamu waktu kecil. Kalau tidak ada dia, Ibu tidak bisa berangkat kerja.” Begitu kata Ibu mengingatkanku — suatu kali ketika menceritakan kenangan dari album foto-foto masa kecilku.
Meskipun sebetulnya aku hanya tahu cerita masa kecilku dengannya melalui cerita-cerita Ibu atau foto-foto lama, tapi aku yakin masa kecilku indah bersamanya.
Sebab kata Ibu, perempuan itu benar-benar menjagaku dan menganggapku sebagai adiknya. Bahkan suatu kali, perempuan itu konon pernah menangis sejadi-jadinya ketika seseorang mengusiknya bahwa aku bukanlah adiknya.
Pagi tadi, aku mendapat kabar bahwa “kakakku” menutup usia. Aku tidak bisa memikirkan hal lain selain segala kebaikannya padaku. Aku bersedih sebab tidak pernah sekalipun mengucapkan terima kasih kepadanya.
Segala yang baik akan berada di tempat terbaik. Tenanglah, damailah, dan berbahagialah di sana! Terima kasih.