Aku sebetulnya tidak pernah senang mengonsumsi obat-obat medis karena satu alasan, pahit. Namun dalam beberapa situasi, aku tidak punya pilihan lain. Kadang aku harus berdamai dengan rasa pahit itu untuk segera sembuh. Bukan hanya itu, aku bahkan tidak tahu cara menelan sebiji obat yang sekecil biji jagung itu.
Andaikan aku bisa memilih, aku jauh lebih senang mengonsumsi obat-obat alami yang diracik di dapur sendiri. Waktu kecil, aku ingat, setiap kali mengalami sakit, aku selalu meminta Ibuku untuk mengobatiku dengan bahan-bahan yang ada di dapur terlebih dahulu. Entah itu dari tanaman, daun, dan sebagainya.
Namun dalam situasi tertentu, ketika sakit yang kualami katanya ‘harus minum obat’ maka aku tidak punya pilihan lain. Aku harus merelakan diriku merasakan pahitnya obat-obat itu. Ibuku menyarankanku, “langsung ditelan aja biar pahitnya tidak terasa.”
Awalnya, aku berusaha melakukan sesuai saran Ibuku tetapi tetap saja tidak bisa. Obat itu tidak bisa lolos masuk ke dalam tenggorokanku. Semakin banyak air yang kuminum untuk mendorongnya masuk, obat itu malah berenang kembali dan bersembunyi di titik tertentu di dalam mulutku.
Aku melakukan itu berkali-kali dan menyerah. Jadi aku harus kembali ke cara lama, yaitu menghancurkan obat itu lalu meletakkannya di sendok dan sedikit air lalu menyuapkannya masuk ke dalam mulutku. Pahit, tentu saja. Pahit sekali. Sebab itu pula aku selalu menolak jika diberi obat medis.
Aku ingat suatu kali, sewaktu masih kecil, aku menangis karena harus meminum obat yang disuapkan Ibuku padaku. Hanya dengan sendok teh dan obat yang sudah dihancurkan, tetapi rasanya aku harus melakukan apa saja untuk menolaknya. Meskipun pada akhirnya, aku harus tetap menerima pahit itu.
Beranjak remaja, aku merasa malu jika ketahuan masih minum obat dengan cara dihancurkan seperti itu. Aku belajar menelannya dan tetap saja tidak berhasil. Kakakku menyarankanku untuk mengunyah obat itu lalu segera minum. Aku melakukannya dan ternyata cara itu jauh lebih baik daripada cara sebelumnya.
Hingga kini, setiap kali aku harus minum obat, aku melakukan hal yang sama. Aku mengunyah obat itu sebanyak dua atau tiga kali untuk menghancurkannya dalam mulutku, lalu segera minum dan menelannya. Pahit, sesekali, jika aku menahannya terlalu lama di dalam mulutku.
Meskipun begitu, jika aku bisa memilih, aku lebih senang dengan obat-obat yang datang dari dapur, kebun, atau halaman rumahku. Entah itu, buah, sayur, tanaman, daun, dan sebagainya. Kecuali daun pepaya, pahitnya lebih parah.