Member-only story

Mengenang Sapardi

wahab
2 min readJul 8, 2024

--

Belum menjadi Medium Member? Baca versi gratis tulisan ini di sini.

Aku tak tahu apakah musim puisi sudah tiba setelah kemarau panjang. Tiba-tiba saja, sebelum menulis catatan untuk hari ini, aku teringat dengan puisi-puisi Alm. Sapardi Djoko Damono. Puisi-puisinya, hampir semua yang dulunya pernah kubaca, selalu diam-diam kukutip lalu parafrase untuk kukirimkan sebagai pesan singkat pada seseorang. Tentu saja, waktu itu ketika puisi sedang bersemi di dalam dadaku.

Kupikir, jika perlu menyebut nama-nama penyair yang puisi-puisinya selalu membuatku terpukau, Eyang Sapardi, tentu saja salah satunya. Hampir setiap kali membacanya, aku selalu merasa seperti memiliki puisi itu atau seperti sedang menyatu dengan puisi-puisinya. Seolah aku adalah seseorang yang menuliskan puisi-puisi itu.

Sebab itu pula, kadang jika aku sedang benar-benar butuh waktu sendiri, aku selalu senang mengambil buku-buku puisinya. Tak peduli judulnya apa, puisi apa saja yang ditulisnya, selalu punya cara untuk menyentuh resah dan rahasia yang kusembunyikan diam-diam di dalam diriku.

Malam ini, aku teringat dengan salah satu kutipan dari buku Hujan Bulan Juni. Sebetulnya, aku pertama kali mendengarnya melalui film yang diangkat dari buku itu. Film Hujan Bulan Juni yang diperankan oleh Adipati Dolken dan Velove Vexia. Ketika menonton film itu, aku seperti sedang…

--

--

wahab
wahab

Written by wahab

i write every day about little things and everything in between.

No responses yet