Menjadi Introvert

wahab
2 min readFeb 18, 2024

--

“Kamu tipe orang yang gak suka banyak ngomong ya?” Tanya seseorang ketika kami pertama kali bertemu — dan menjadi terakhir kalinya pula kami bertemu.

“Kamu introvert ya?” Tanya seorang HR pada suatu wawancara kerja, yang kupikir menjadi salah satu alasannya tidak menerimaku.

“Meskipun kamu introvert, tapi tetap harus belajar ngobrol dengan orang lain.” Saran seorang teman ketika pertama kali berbincang denganku.

“Dia bukannya sombong. Dia introvert. Jangan nunggu dia, tapi kamu yang ajakin dia ngomong.” Kata seorang teman kepada temannya yang menganggapku sombong.

“Gak asik, terlalu pendiam.” Canda seorang teman di sebuah tongkrongan.

“Apa sih yang kamu pikirkan dalam diammu itu?” Aku tak tahu apa gerangan yang membuat seseorang bertanya tentang isi pikiran orang lain. Satu-satunya yang kutahu sering bertanya tentang itu hanyalah Facebook. Apa yang sedang kamu pikirkan hari ini?

“Wow, hari ini kamu yang bicara paling banyak. Besok-besok pasti bakalan diam lagi ngisi energi.” Canda teman-teman kerja selepas rapat panjang yang kadang menarik, dan kadang menyebalkan.

“Tidur deh, pesawatmu besok jam 7 pagi.” Kata seorang kawan lama saat kami berbincang tanpa henti ketika baru bertemu kembali.

“Terima kasih ya.” Kata dia selepas kami menikmati sore yang panjang. Berdua. Di tepi laut. Tanpa kata. Tanpa percakapan sama sekali. Hanya ada matahari yang perlahan-lahan tenggelam, dan laut berombak yang tampak cemburu.

Sebetulnya, aku sangat suka dengan percakapan. Aku senang mendengar orang bercerita, dan senang berbincang dengan orang yang pandai mendengar. Dan aku, aku akan selalu senang menghabiskan waktu berlama-lama denganmu berbincang tentang apa saja.

--

--

wahab
wahab

Written by wahab

i write every day about little things and everything in between.

No responses yet