Menjadi Manusia

wahab
2 min readJul 22, 2024

--

“Kamu terlalu pendiam”

“Kamu terlalu kaku”

“Kamu terlalu sering menyendiri”

“Kamu terlalu pemalu”

“Kamu jarang keluar”

“Kamu terlalu tertutup”

“Kamu jarang bicara”

“Kamu sedang memikirkan apa?”

“Kamu …”

Setiap kali mendengar seseorang mengatakan ini, aku selalu merasa gagal menjadi manusia seperti orang-orang pada umumnya. Tiba-tiba saja aku merasa memiliki terlalu banyak kekurangan yang harus aku penuhi agar tidak dianggap sesuatu yang aneh.

Entahlah, apakah aku atau sebetulnya mereka yang aneh. Beberapa kali, orang-orang menjadikanku sebagai lelucon. Misalnya, dengan mengatakan aku terlalu diam, dan kemudian orang-orang di sekitarku menertawakan itu. Aku tak tahu apa yang mereka tertawakan. Aku tak tahu apa yang lucu dari itu.

Setiap kali mendapatkan hal-hal seperti itu, aku selalu diam-diam memikirkannya. Aku berpikir, bagaimana aku bisa menghadapi atau mengubah semua ini. Bahkan, suatu kali, seseorang menjadikanku perumpamaan dalam sebuah ceritanya. Aku tak tahu apakah dia bermaksud baik atau tidak, tetapi pastinya, aku tidak senang dengan itu sekalipun aku tidak mengatakannya.

Mengalami hal-hal semacam ini, kadang membuatku memiliki semakin banyak alasan untuk tidak berinteraksi dengan orang-orang. Bukan hanya sekadar bicara basa-basi, tetapi bertemu dan berteman dengan orang baru pun rasanya menjadi sulit bagiku. Kadang aku merasa jauh lebih aman dan nyaman untuk tetap berada di kamarku atau duduk sendiri di tepi pantai membaca buku dan menikmati waktuku sendiri.

Lalu tiba pada pertanyaan lain yang temanku pun merasa khawatir. Mereka merasa aku sama sekali tidak punya kemampuan untuk memiliki teman baru. Sebabnya, suatu kali, seorang teman memberiku tiket gratis untuk menonton festival musik. Namun satu syarat, katanya, ketika pulang nanti aku harus memiliki satu orang kenalan baru. Cukup satu saja.

Aku menerima tiket itu bukan karena tantangan yang dia berikan kepadaku, tetapi karena musisi kesukaanku hadir di festival musik itu. Sepanjang waktu ketika aku berada di tempat itu, aku sebetulnya memiliki banyak kesempatan untuk berbicara secara acak dengan siapapun yang ada di sana, dan bisa saja menjadi temanku. Namun tiba-tiba aku merasa segalanya menjadi terlalu berat. Akhirnya, aku pulang tanpa seorang pun kenalan baru.

Kadang-kadang, aku berpikir, mungkin mereka benar bahwa aku “terlalu pendiam” dan semacamnya, dan orang-orang menganggap itu sebagai kekurangan. Kadang pula aku berpikir, apakah aku terlalu pecundang atau orang-orang terlalu menuntut banyak hal?

--

--

wahab

i write every day about little things and everything in between.