Member-only story
Pukul 4 pagi. Seharusnya masih ada sejam lagi sebelum alarm membangunkanku. Namun pagi itu, aku terbangun lebih awal. Bukan karena alarm, tapi seekor kucing tak henti mengeong di depan jendala kamarku. Dengan mata dan kepala yang masih terasa berat, aku berdiri membuka jendela. Udara dingin masuk menusuk tubuhku dan seekor kucing kecil melompat masuk ke kamarku.
“Hey, mate,” Aku menyapanya dengan bahasa inggris sekalipun aku percaya dua hal. Pertama, tentu saja ia dan aku tidak bisa saling bicara. Kedua, bahasa inggris ataupun bahasa indonesia, sama saja, ia tetap membalasku dengan mengeong.
Ia terus mengeong dan membuatku tidak bisa dan tidak ingin tertidur lagi. Sekalipun sebetulnya kepalaku masih terasa berat, aku menahan diri untuk tidak tertidur. Kubiarkan jendela tetap terbuka dan hanya berbaring menatap langit-langit kamarku. Sebentar kemudian, aku kembali terlelap dan lupa dengan kucing itu.
Pagi hari, ketika sedang sarapan di kios tempat Ibuku, aku menceritakan padanya tentang kucing yang membangunkanku pagi tadi. Semacam berbagi keluh kesah kalau aku kurang tidur sebab kucing itu menggangguku.