Member-only story
Seumpama bunga berguguran,
berhamburan angan-angan,
runtuh di dalam kepalaku,
sebelum malam menutup
jendela langit.
Serupa pakaian, pikiranku
menggantung di punggung pintu, berminggu-
minggu, berpeluh mengeluhkan masalah
masa lalu, pucat membayangkan
masa depan, membuat hitam rambutku
semakin mencintai lantai dan sapu.
Selapang kasur, tubuhku
tumbang di ranjang kayu
menanti tumbuh biji-biji mimpi, tapi
kantuk masih berdiri di tepi
pintu mataku yang enggan terkatup
Ini salah satu dari beberapa puisi lama, yang seharusnya, kata seorang teman lama, tidak sebaiknya kubiarkan dibaca oleh siapapun. Sebab katanya, “nihil. tak ada harapan sama sekali di dalamnya.” Aku merenungi pesannya cukup lama, dan mengakui bahwa dia benar.
Ketika aku menemukan kembali puisi ini, kupikir aku ingin menyimpan puisi ini di sini sebagai pengingat kepada diriku, bahwa aku pernah berada dalam hari-hari yang ‘tak ada harapan sama sekali…