Hari 15 Ramadan

Menonton Bola

Indonesia vs Vietnam dan Komentator vs Penonton

wahab
2 min readMar 26, 2024

Aku baru saja selesai menonton pertandingan bola yang berlangsung selama 100 menit antara Indonesia melawan Vietnam. Rasanya seperti baru saja membuang waktuku 100 menit berlalu begitu saja.

Tentu saja aku mendukung Indonesia, dan pertandingan ini juga dimenangkan oleh Indonesia dengan skor 3–0. Seharusnya aku ikut senang. Tapi tidak. Aku merasa sedikit menyesal telah menyaksikan pertandingan itu. Benar-benar buang waktu, pikirku.

Sebetulnya, di awal, aku cukup antusias menunggu pertandingan ini dimulai. Sebab belakangan ini, orang-orang terus membicarakan permainan para pemain muda Indonesia saat ini. Belum lagi, para pemain naturalisasi yang ikut bertanding.

Aku menaruh ekspektasi yang besar. Aku mengharapkan akan menyaksikan permainan yang menyenangkan dan indah. Menilai sesuatu itu indah dan menyenangkan sebetulnya tergantung sudut pandang masing-masing. Tapi dalam sepakbola, penonton tidak pernah memperdebatkan indah dan menyenangkan yang mereka maksud.

Malam ini, kupikir, semua sepakat bahwa sekalipun Indonesia menang, permainan mereka tidak menyenangkan dan tidak indah sama sekali. Menyaksikannya membuatku mengantuk dan tidak menimbulkan semangat sama sekali.

Meski begitu, kupikir, ini masih wajar. Sebab rata-rata pemain Indonesia masih sangat muda dan mereka juga masih saling beradaptasi satu sama lain. Bahkan ini sudah jauh lebih berkembang dibandingkan dengan yang sebelum-sebelumnya. Jadi aku bersabar dan masih percaya bahwa mereka di masa mendatang akan menyajikan permainan yang indah dan menyenangkan itu.

Terlepas dari permainan, satu hal lain yang cukup menggangu pada pertandingan itu adalah komentatornya. Begitu pertandingan dimulai, aku menambah volume televisiku. Aku melakukan itu agar dapat merasakan hebohnya suasana pertandingan itu. Sekalipun aku hanya menyaksikan melalui layar televisi.

Namun ketika pertandingan memasuki menit ke-5, aku memutuskan untuk menurunkan volume televisiku. Aku mengecilkan suaranya hingga angka 3, hingga yang terdengar hanya semacam suara kipas.

Aku melakukan itu karena merasa terganggu dengan komentatornya. Apa yang disampaikan oleh komentator dan bagaimana mereka menyampaikannya, berpengaruh pada semangat penonton. Semakin baik dan penuh api setiap kata yang mereka ucapkan, semakin terbakar pula semangat penonton.

Tapi pada pertandingan ini yang disiarkan melalui salah satu saluran televisi lokal, justru membuatku tambah mengantuk. Aku mendengar suara mereka seperti seolah mereka memaksakan diri untuk membuat pertandingan terdengar heboh. Tapi jadinya, malah membuat mereka terlihat seperti sedang membual.

Belum lagi, aku merasa sepertinya mereka kurang riset tentang pemain-pemain. Beberapa kali mereka menyampaikan informasi yang sama tentang satu pemain. Jadinya, mereka terus mengulangi hal yang sudah disampaikan. Berkali-kali.

Bayangkan jika pemain yang sama menyentuh bola selama 90 menit dan komentator cuma punya satu informasi yang sama tentang pemain itu. Habislah penonton yang mendengar komentator itu. Aku jadi tiba-tiba berpikir, ternyata menonton bola dengan komentator arab jauh lebih menyenangkan.

Usai menonton pertandingan itu, aku mendapati diriku sedikit kesal. Aku baru saja menyisihkan waktuku 100 menit untuk menyaksikan hal yang tidak menyenangkan.

--

--

wahab
wahab

Written by wahab

i write every day about little things and everything in between.

No responses yet