Temanku selalu bertanya kepadaku, “Kamu sahur makan apa?”
Aku sebetulnya senang-senang saja ingin bercerita padanya. Tapi kupikir lebih senang mencandainya. Jadi kujawab “Saya sudah beli kecap. Saya tuang kecap itu ke nasiku dan itulah yang kumakan.”
“Tidak cuma nasi aja, bro!” Katanya dengan wajah yang sedikit kesal. Lalu dia menyarankanku untuk membeli bahan-bahan makan yang tahan lama dan mudah diolah. Dan yang terpenting, makan makanan yang sehat. Dia menyarankan beragam jenisnya. Mulai dari telur, daging, sayur, dan sebagainya.
Tentu saja aku sudah menyiapkan semua itu sesuai dengan sarannya. Tidak semuanya kubeli, sebab mempertimbangkan kemalasanku. Aku benar-benar sedikit malas mengolah bahan-bahan mentah. Kupikir, kenapa tidak mengolah makanan yang mudah saja.
Jadi aku membeli bahan-bahan makanan yang cepat saji. Lumayan hanya membutuhkan sekitar tiga menit, sudah siap untuk disantap. Meskipun sebetulnya, aku tentu akan bosan jika setiap hari menikmati menu sahur yang itu-itu saja.
Dua sahur pertamaku, aku menyantap sahur dengan menu yang sama. Aku tidak ingin mengeluhkan itu sebab itu akibat dari kemalasanku sendiri. Aku bisa saja membuat menu lain atau memilih untuk belanja makanan di luar. Tapi lagi-lagi kemalasan menahanku. Semacam membenarkan diri sendiri, kubilang pada diriku “Ini sudah cukup.”
Cukup, tentu saja cukup. Tapi kadang aku berpikir, sudah saatnya untuk belajar memperhatikan makananku. Aku merasa sudah saatnya untuk menyajikan makanan yang baik untuk tubuhku. Mi instan? Mengenyangkan, tapi ya, begitulah.
Kupikir ini menjadi salah satu tantanganku. Kemalasanku selalu lebih besar. Aku selalu berpikir, sehat belakangan, yang penting kenyang. Apalagi jika makanan itu lebih mudah kusajikan, kenapa tidak.
Namun mulai hari-hari ini, kupikir sudah waktunya untuk benar-benar belajar hidup sehat. Maksudku, belajar menyajikan makanan yang baik untuk diriku, dan yang terpenting makanan itu sehat. Meskipun ini tidak mudah, tapi ya, mulai pelan-pelan dari menu sahur.