Member-only story
pukul dua belas malam.
aku seperti daging beku di kulkas.
menggigil memeluk diri erat-erat
kututup pintu dan jendela kamar
kupadamkan lampu dan televisi.
pikiran menjadi semacam kemacetan
atau sekelompok demonstran di jalanan
— berebut didengarkan dan diabaikan.
tagihan listrik akhir bulan dan air belum kubayar
uang pinjaman belum dikembalikan. tunggu sebentar.
aku ingin buang air kecil. bayar seribu rupiah.
pukul dua belas malam,
sepi yang hangat menyala dan menyapa
seperti lampu neon lima watt
menjaga telur bebek hingga menetas.
telepon berdering menyapa halo. apa lagi yang perlu kita percakapkan?
suara entah siapa bertanya-tanya di antara hal-hal yang padam
“mau dahulukan akal atau perasaan?”