Menyimak Cerita di Meja Kedai Kopi

wahab
3 min readJul 20, 2024

--

Setiap orang bisa menjadi seseorang dalam cerita orang lain. Entah apakah dia menjadi orang yang baik atau buruk, itu ditentukan oleh pencerita dan bagaimana ia meyakinkan pendengarnya. Seperti itu pulalah cerita bisik-bisik yang sering terjadi di belakang kita.

Awal mula sebuah kisah bisa datang dari mana saja. Bisa jadi, itu datang dari keresahan pencerita tentang seseorang. Dia mungkin merasa tidak senang dengan orang tersebut, dan segala macam motif cerita lainnya. Namun yang kadang tidak kupahami adalah cerita-cerita yang hanya berawal dari rasa penasaran.

Misalnya, kamu memiliki seorang teman yang sudah lama tidak ikut berkumpul atau nongkrong bareng. Tak ada yang tahu ke mana teman itu, atau mungkin ada seseorang yang merasa tahu segala hal, hanya saja dia belum punya waktu yang tepat untuk menceritakan segala hal yang dia pikir dia tahu. Hingga salah satu di antara mereka tiba-tiba bisa bertanya “Eh, si A ke mana ya? Dia kok gak pernah datang lagi?”

Lalu begitulah kisah dimulai. Dari pertanyaan sederhana, lalu tiba-tiba menjalar menyebar menuju kisah-kisah lama, atau mungkin lelucon-lelucon lama, kemudian berakhir pada asumsi-asumsi yang diciptakan di kepala masing-masing agar cerita itu menjadi menarik.

Aku pernah berada di antara orang-orang dan masa-masa seperti itu. Sesekali aku ikut menyumbang suara mengenai hal-hal kecil yang kutahu agar cerita itu saling melengkapi. Hingga aku menyadari, menceritakan orang lain dengan cara-cara seperti itu, sebetulnya secara tidak langsung kita semacam sedang membuat satu karakter dalam sebuah film, misalnya. Kita ingin orang-orang yang mendengar cerita itu sama-sama sepakat bahwa orang itu “seperti ini.”

Beruntung jika kita ikut bercerita tentang hal-hal baiknya. Namun apa jadinya jika kita ikut menambah cerita itu dengan hal-hal yang kita pun sebetulnya tidak punya hak untuk menceritakannya. Maksudku, tidak semua hal yang kita tahu perlu diketahui oleh orang lain. Entah itu tentang diri sendiri, terlebih lagi tentang orang lain.

Menyadari hal-hal semacam itu, membuat aku selalu tiba pada dua kesimpulan. Pertama, jika cerita itu untuk membuat seseorang menjadi buruk, kupikir aku akan berusaha sebisa mungkin tidak ingin ambil bagian — ini sebetulnya bukan hal mudah, sebab menceritakan orang lain itu memiliki kepuasan tersendiri. Kecuali, jika itu tentang hal-hal baik, aku tentu akan senang melakukannya.

Kedua, aku selalu berpikir bagaimana jika hal semacam itu terjadi padaku. Tentu saja, aku tidak akan senang jika mengetahuinya. Apalagi jika seseorang bercerita tentangmu seolah mereka mengetahui segala hal tentangmu. Yang terburuk, jika mereka bercerita tentang suatu hal yang sama sekali tidak ada baik dan benarnya.

Meski begitu, pada saat bersamaan, aku juga menyadari bahwa hal-hal semacam itu tentu akan terjadi pada siapa saja dan itu berada di luar kendali kita. Tak ada yang bisa dilakukan selain mengatakan kepada diri sendiri, “Segala hal yang di luar kendaliku, bukan sesuatu yang harus kupikirkan dan kupedulikan.”

Kopi di meja kami malam itu sudah mulai dingin, tetapi orang-orang selalu lebih senang dengan cerita-cerita yang hangat.

--

--

wahab

i write every day about little things and everything in between.