Merilis Perasaan

wahab
2 min readJan 7, 2024

--

Aku pernah menertawakan diriku sendiri karena ternyata diam-diam menangis di kamar. Menangis. Diam-diam. Di kamar. Aku tidak ingin seorang pun tahu aku sedang menangis.

Aku tertawa mengingatnya. Aku tahu itu tidak lucu. Tapi aku tak mampu menahan gelak ketika menyadari bahwa aku menangis selepas menonton film. Aku menganggap bahwa film itu menceritakan tentang diriku.

Aku menyembunyikan kenyataan itu. Tapi terkadang ketika mengingatnya, aku tiba-tiba tersenyum kecil. Meskipun sebetulnya itu benar-benar tidak lucu, tapi aku senang.

Aku benar-benar senang bisa bebas mengusap air mata, dan seperti anak kecil yang berusaha mengatur nafas agar tangisku tidak tersedak-sedak.

Sepanjang film, aku membiarkan diriku masuk ke dalam cerita. Mengingat bahwa setiap adegan itu ternyata benar-benar mirip dengan apa yang kualami di dunia nyata.

Misalnya, percakapan-percakapan tentang hal-hal kecil, upaya-upaya untuk menyembunyikan kerapuhan di hadapan masing-masing, dan lelucon-lelucon sederhana yang membuat tak berhenti tertawa.

Dan, aku menangis tepat pada adegan ketika mereka hanya duduk memandang matahari tenggelam. Diam tanpa kata.

Pada adegan itu, mereka tahu itu terakhir kali mereka bertemu, tapi tak seorang pun di antara mereka yang ingin lebih dulu mengucapkan selamat tinggal. Lalu berpisah membawa kesunyian masing-masing.

Mungkin ini bukanlah kenyataan yang baik untuk diceritakan. Sebab kata temanku, perasaanku terlalu rapuh sebagai seorang laki-laki. Seketika aku ingin mendaratkan buku Bumi Manusia di kepalanya ketika mendengarnya bilang seperti itu.

Buku itu selain cukup tebal untuk digunakan memukul kepalanya, aku juga pernah melihat temanku itu menangis karena mengetahui Annelies, tokoh perempuan dalam novel itu mati.

Mengingat kejadian itu, aku jadi percaya bahwa, pada dasarnya perasaan manusia itu rapuh. Siapapun bisa bersedih dan menangis. Entah karena peristiwa besar ataupun hal kecil, semacam menonton film atau membaca buku.

Hanya saja, kupikir, beberapa orang di dunia ini tidak beruntung bisa bebas mengungkapkan kesedihannya. Entah itu lewat kata maupun air mata.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

wahab
wahab

Written by wahab

i write every day about little things and everything in between.

No responses yet

Write a response