Sebuah Kisah Klasik Untuk Masa Depan

Esai — Kertas, Hutan, dan Peradaban Manusia

wahab
5 min readDec 24, 2021
Sumber foto: by Kellepics on Pixabay

Ketika saya mendengar orang-orang kembali ramai membicarakan mengenai kertas ataupun ketika membaca berita-berita mengenai merawat kelestarian hutan sambil mengurangi penggunaan kertas, saya tiba-tiba ingin melakukan dua hal; yang pertama saya ingin mengucapkan syukur sebab manusia ingin kembali menjalin kisah cinta dengan alam dan yang kedua adalah saya ingin tangan ini segera mengambil sebuah pena dan selembar kertas lalu menulis tuntas sebuah kisah klasik.

Kisah mengenai hubungan antara manusia dengan alam adalah sebuah kisah cinta klasik yang pernah ada dalam sejarah peradaban manusia. Saya benar-benar ingin menuliskan ulang kisah itu sambil mendengarkan lagu Sheila On 7 Sebuah Kisah Klasik Untuk Masa Depan -judul lagu yang sama dengan judul tulisan ini- lalu membagikan tulisan-tulisan itu kepada orang-orang untuk dibaca secermat mungkin, agar mereka tahu bahwa kisah cinta itu benar-benar pernah terjadi, sedang terjadi dan entahlah seperti apa kedepannya.

Tetapi pertama-tama, saya ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Tsai Lun, sang penemu kertas. Sebab hasil temuannya itu telah membuktikan bahwa manusia pada setiap zamannya selalu berpikir untuk bagaimana menjadikan setiap pekerjaan mereka menjadi mudah. Penemuannya itu telah mengubah dunia. Manusia menciptakan zaman mereka masing-masing dan begitu pula sebaliknya, zaman menciptakan manusia-manusia itu. Saya membayangkan, apakah di zaman sekarang -yang anak-anak muda lebih banyak saling menyampaikan perasaan kepada pujaan hatinya dengan menggunakan teknologi digital ketimbang saling mengirim surat kertas– masih harus kemana-mana dengan membawa bambu, daun, batu, atau kulit hewan kemana-mana sebagai media tulis dan membaca. Saya yakin mereka tidak akan melakukan itu, tetapi bukankah itu cara yang romantis untuk menyampaikan perasaan? Sudahlah! Biarlah saya sendiri yang menganggap itu romantis.

Tsai Lun menemukan kertas pertama kali dengan bahan baku kulit pohon murbei. Kulit pohon. Lihatlah sekarang, apa dampak yang telah diberikan dari hasil penemuannya itu; Sebuah Peradaban. Manusia hari ini mampu mengenal kisah-kisah cinta zaman dahulu melalui literatur-literatur yang termuat dalam kertas salah satunya dan pada umumnya. Dampak dari peradaban itu, manusia-manusia menjadi ingin mengembangkan kertas lebih banyak lagi. Dunia pendidikan, salah satu perihal yang sangat lekat, dekat dan sangat membutuhkan kertas. Sebab kertas memang pada dasarnya ditemukan untuk menjadi medium baca-tulis dan transfer pengetahuan.

Kertas merupakan medium yang akan merekam ingatan manusia yang sangat pendek. Demi meneruskan kejayaan dan perbuatan baik itu, maka industri-industri kertas bermunculan. Kertas-kertas diciptakan dan dikembangkan melalui satu rahim, yaitu rahim pohon. Industri kertas harus menebang pohon untuk melahirkan kertas-kertas. Jelas seperti itu. Lalu, ada berapa banyak kertas yang mampu dihasilkan dari sebatang pohon? Hanya membutuhkan satu batang saja pohon berusia 5 tahun untuk menghasilkan kertas HVS sebanyak satu rim yang jumlahnya kurang lebih 500 lembar. Yah, yang sedang sibuk berurusan dengan skripsi pasti sangat akrab dengan kertas-kertas ini.

Indonesia tidak dipungkiri lagi jika dikatakan sebagai negara yang subur. Subur tanahnya dan subur korupsi kertasnya (baca: uang). Jika sebatang saja yang harus ditebang untuk menghasilkan kertas sebanyak itu, lalu kapan pohon-pohon akan habis di negara ini? Penebangan pohon untuk menghasilkan kertas hanya menghabiskan sedikit saja dibandingkan membakar hutan, membabat hutan untuk ditanami beton-beton dan aspal. Kita tidak perlu takut kehabisan pohon hanya karena memproduksi kertas. Tetapi. Iya, akan selalu ada tetapi. Tetapi yang terjadi adalah pengkhianatan cinta manusia terhadap pohon, terhadap alam.

Pohon memberikan cintanya sesuai dengan kebutuhan manusia, tetapi manusia akan selalu menjadi manusia; tidak pernah merasa cukup dengan apa yang didapatkannya. Seorang Mahatma Gandhi pernah mengatakan “Bumi mampu mencukupi seluruh kebutuhan manusia, tetapi tidak untuk satu manusia serakah.” Saya tidak ingin menuduh seseorang atau industri, atau negara sebagai manusia yang serakah. Tidak. Saya tidak ingin mengatakan seperti itu, yang ingin saya sampaikan adalah manusia tidak pernah merasa cukup.

Terjadinya pengkhianatan terhadap alam oleh manusia, dimulai secara perlahan-lahan dan berulang-ulang hingga separuh dan setengah bumi menjadi tenggelam. Sebut saja banjir, longsor, maupun bencana alam lainnya yang terjadi akibat habisnya pohon-pohon. Manusia-manusia yang menjadi penggerak industri kertas membutuhkan lebih banyak kertas lagi untuk peningkatan ekonomi, penebalan dompet para pengusaha dan negara. Industri juga bekerja keras meningkatkan produksi karena disebabkan karena adanya permintaan yang tinggi. Lalu, siapa yang perlu merasa bersalah pada kasus ini, industri atau masyarakat yang terlalu konsumtif terhadap kertas?

Kisah pengkhianatan terus berlanjut, meskipun kadang ada beberapa yang mewarnai kisah cinta mereka dengan janji-janji manis dan slogan-slogan layaknya pecinta alam sejati seperti “Save Tree, Save Life.” Sungguh manis, terkadang saya merasa diabetes akan tiba-tiba menyerang jika terus mendengar kata-kata itu. Hanya sebatas kata, tanpa tindakan. Manis sekali, bukan?

Saya berani mengatakan itu hanya sekadar janji manis belaka. Siapapun yang ingin membantahnya, silakan menjawab pertanyaan saya. Saya ingin mengajukan sebuah pertanyaan sederhana dan kalian hanya perlu menjawabnya dengan sederhana pula. Jangan dibuat rumit. Pertanyaan saya; sudah pernahkah kita menanam sebatang pohon? Dan kita akan menjawab iya , jika pernah mengikuti peringatan Hari Menanam Pohon Nasional yang diperingati setiap tanggal 28 November ataupun kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat pelesatarian alam.

Terima kasih yang sebesar-besarnya akan disampaikan oleh pohon-pohon itu dan saya ingin mengucapkan syukur sekali lagi sebab kita telah hidup untuk menghidupi. Mohon maaf jika pernyataan saya sebelumnya yang mengatakan bahwa slogan-slogan itu hanya janji manis belaka. Jangan didebat lagi. Kita tidak perlu berdebat lebih banyak untuk merawat hutan. Cukup dengan menanam satu pohon untuk satu manusia. Maka kita telah menghidupkan peradaban manusia menjadi lebih baik lagi. Mengenai kertas dan masih butuhkah kita terhadap kertas hari ini? Jawabannya, Iya. Teknologi digital mempermudah kita untuk melakukan kegiatan baca-tulis tetapi belum mampu menggantikan peran kertas dalam kehidupan dan peradaban manusia. Dan manusia, belum mampu meninggalkan kertas.

Jika suatu hari nanti ketika tiba masanya kertas sudah tidak diproduksi lagi, entah karena memang manusia sudah menemukan alternatif terbaik untuk menggantikan kertas atau memang kertas sudah tidak diproduksi sebab negara sudah tidak memiliki pohon, maka hal-hal yang sebaiknya kita lakukan sebelum memasuki babak paperless society, adalah kita harus membiasakan diri untuk mengurangi penggunaan kertas. Apa yang tepat untuk menggantikan kertas selain teknologi digital, sudahkah kita memikirkannya? Jika belum, maka berpikirlah dan berbuatlah untuk manusia dan alam.

Kisah cinta manusia dan alam belum berakhir. Kisah ini terus berjalan. Layaknya pasangan kekasih dalam menjalin sebuah hubungan, maka akan ada masa-masa saling rindu-merindukan, abai-mengabaikan, kasih-mengasihi dan mungkin saja akan berakhir sad ending ketika pohon-pohon menjadi pasangan yang lebih dulu meninggalkan pasangannya. Entah karena sudah tak betah dengan kelakukan pasangannya itu ataupun pergi sebab nisan telah menjemputnya. Entahlah akan berakhir seperti apa kisah cinta yang klasik ini. Maukah kalian menjadikan kisah ini berakhir dengan happy ending? Yah, itu kembali kepada kita sebagai pasangan kekasih. Kalian pasti sudah tahu cara merawat hubungan sebaik-baiknya sampai ke anak cucu; Bahwa gagasan-gagasan dan janji manis akan terkalahkan oleh tindakan dan komitmen.

Sekarang, mari kita sama-sama menyanyikan Kisah Klasik Untuk Masa Depan. Tidak. Maksud saya, mari kita wujudkan “Save Tree, Save Life” sambil bernyanyi.

--

--

wahab
wahab

Written by wahab

i write every day about little things and everything in between.

No responses yet