Beberapa hari lalu, ketika aku memulai satu hal baru, seseorang yang kutemui bertanya kepadaku “Kamu merokok?”
Pertanyaan itu sebetulnya tidak muncul begitu saja. Kami sedang dalam percakapan tentang banyak hal, lalu tiba-tiba dia menanyakan itu. “Saya sudah berhenti merokok dua atau tiga tahun lalu,” jawabku.
“Oh iya, caranya gimana?” Dia memiringkan badannya dan tatapannya tepat di mataku? Seolah tatapannya penuh dengan ketidakpercayaan bahwa ada orang yang bisa berhenti merokok. Sebab katanya “Saya sudah lama ingin berhenti tapi tidak bisa. Beberapa orang juga sudah menyarankan untuk berhenti, tapi saya belum berhenti.”
“Kamu hanya perlu berhenti,” jawabku. “Langsung berhenti saat itu juga dan jangan sentuh lagi!” Tambahku.
Tapi lagi-lagi dia mengeluhkan bahwa dia sudah beberapa kali mencoba tetapi sama sekali belum bisa berhenti. Sebagai orang yang pernah mengalami itu, aku menceritakan padanya bagaimana aku melepaskan kebiasaan lama itu. Cerita itu membawaku pada suatu sore dua atau tiga tahun lalu.
Sore itu, aku sedang duduk di tepi laut. Hanya aku seorang. Aku duduk menyaksikan ombak yang pecah di tepian. Ombak datang dari jauh, meninggi, lalu turun merendah, kemudian terhempas ke bebatuan dan pecah. Lalu begitu seterusnya.
Aku duduk dan memegang sebungkus rokok. Di dalam bungkus itu tersisa satu batang. Aku sudah berjanji kepada diriku bahwa ini akan menjadi rokok terakhirku. Selepas itu, apapun yang terjadi, aku tidak akan pernah menyentuh rokok lagi.
Sebab itu adalah rokok terakhirku, aku tidak ingin menyia-nyiakannya begitu saja. Aku menyalakan korek, membakarnya, dan asap mengepul. Betapa nikmatnya. Aku mengisap rokok itu dengan penuh kesadaran diri dan penuh penghayatan. Seolah segala beban hidup lepas bersamaan dengan isapan dan embusan asap rokokku.
Rasanya seperti itu adalah momen merokok terbaik yang pernah kualami dalam hidupku. Tapi sesuai janjiku, apapun yang terjadi setelah ini, aku tidak akan merokok lagi. Ketika habis sebatang rokok itu, maka berakhir pulalah masaku bersama rokok.
“Tapi kamu tidak sakit?” Tanyanya, sebab katanya beberapa orang akan mengalami sakit ketika berhenti merokok. Misalnya mengalami batuk atau dada terasa sesak, dan sebagainya. Tapi seingatku, aku tidak mengalami hal-hal semacam itu sama sekali. Aku justru mengalami hal yang berbeda.
Hampir setiap malam, meskipun tidak sering, aku bermimpi sedang merokok. Beberapa kali aku bermimpi sedang merokok dengan teman-temanku. Entah apapun ceritanya, selalu saja ada rokok yang terselip di antara mimpi itu. Bahkan, bermacam-macam merk rokok muncul dalam mimpiku. Lalu ketika aku terbangun, aku merasakan sedikit sakit di tenggorokanku. Semacam kering dan gatal.
Sebelum sempat dia menanyakan hal lain, aku menambahkan satu hal. “Aku pernah nonton satu video bilang begini, katanya merokok itu menenangkan sebab membantu orang untuk mengatur pernapasan.”
Dia sependapat denganku. “Betul. Tapi tanpa rokok pun kita bisa mengatur napas. Cuma bedanya, kalau sambil merokok kita bisa mainkan asapnya.” Katanya.
Aku tertawa mendengarnya. “Iya, betul. Bedanya, kalau gak merokok gak keren!” kataku, lalu menepuk pundaknya. Kuharap dia mengerti maksudku mengatakan itu kepadanya.