PEOPLE I MET

Menambah Teman Baru

Bertemu sepasang suami-istri yang gemar mengembara

wahab
3 min readFeb 25, 2024

Aku sering mendapati diriku sulit untuk berkenalan ataupun akrab dengan orang baru. Tidak seperti beberapa temanku yang bahkan baru perkenalan pertama, mereka sudah bisa bercerita dan tertawa seperti sudah saling mengenal bertahun-tahun.

Kadang aku merasa itu adalah kelemahanku. Tapi di sisi lain, aku percaya itu justru adalah sesuatu yang baik bagiku. Maksudku, aku bisa punya waktu sebelum memutuskan untuk benar-benar saling kenal dan akrab dengan orang yang baru kutemui.

Alasan aku tidak mudah berkenalan dengan orang baru, ada dua. Pertama, aku memang tidak terbiasa mengajak seseorang berkenalan secara langsung. Kedua, karena aku takut jika terlalu mudah akrab dengan orang lain.

Untuk alasan pertama, aku sudah belajar mengatasinya. Kupikir, dalam beberapa situasi, aku perlu melakukan itu. Terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan dan hal-hal penting lainnya.

Sedangkan untuk alasan kedua, aku kadang belum mengerti. Aku sering mendapati diriku tidak mudah menerima perpisahan. Apalagi dalam kondisi yang kutahu, pasti akan ada perpisahan setelahnya. Meski begitu, aku percaya, sekalipun pertemuan itu hanya sementara, tetapi pertemanan bisa selamanya.

Aku mengalami itu ketika bertemu Bill dan Barbara. Mereka adalah sepasang suami-istri pengembara yang sudah berusia sekitar 60-an. Kami bertemu dan berteman ketika sama-sama mengikuti pelayaran menjelajahi Raja Ampat selama 10 hari.

Postcard from Raja Ampat

Bill adalah tipe lelaki yang lebih banyak diam, tapi banyak mendengarkan. Kadang aku merasa sedikit punya kesamaan dengannya. Sedangkan Barbara adalah seorang pencerita yang baik. Aku selalu mengangankan bisa bercerita sebaik Barbara.

Aku senang mendengarnya bercerita. Dia punya banyak cerita tentang perjalanannya ke tempat-tempat yang hanya mampu kubayangkan. Hampir setiap hari, Barbara berbagi cerita baru kepadaku. Lalu Bill akan membenarkan atau menambahkan cerita Barbara. Kupikir, begitulah cara kami menjadi dekat dan akrab.

Begitu pula, Barbara adalah orang yang paling senang ketika kubilang padanya, ini adalah pengalaman pertamaku snorkeling di lautan lepas, dan aku melakukannya bersama hiu paus. Bahkan, dia selalu menghitung sudah berapa kali aku snorkeling. “This is your third time now. You must be proud of yourself,” katanya.

Sampai pada hari terakhir, kami harus berpisah. Aku tak tahu ternyata Barbara dan Bill harus berangkat lebih awal sebab mereka mengejar penerbangan pagi dari Sorong menuju Jakarta.

Aku baru saja selesai sholat subuh ketika mendapati Bill dan Barbara sudah bersiap-siap. Aku masih mengenakan sarung, wajahku dan rambutku masih basah, dan tampak seperti orang baru bangun. Aku menghampiri mereka.

Barbara mengira bahwa aku terbangun hanya untuk menemui mereka. “You are so sweet, you wake up just to meet us. After this, you have to go back to sleep.” Katanya sambil memegang kedua bahuku. Aku seharusnya bilang kalau aku baru saja selesai sholat, tetapi aku membiarkan saja karena aku tidak ingin bercerita. Justru aku ingin menikmati sisa waktu kami mendengar mereka bercerita.

Kami bercerita sejenak tentang rencana masing-masing setelah ini. Lalu sebelum berpamitan, Barbara bertanya padaku, “How to say goodbye in Indonesia?” Aku menjawabnya dengan bilang “Sometimes we say selamat jalan but it’s better to say sampai jumpa which is mean see you again.”

Dia memahamiku dan bilang sampai jumpa. Seketika aku merasa senyumku menjadi hangat dan mataku seperti sedikit berair. Kupikir, kenapa setiap keakraban yang menyenangkan itu selalu berjalan lebih singkat. Tapi aku senang telah bertemu dan berteman dengan orang baru seperti mereka.

--

--

wahab
wahab

Written by wahab

i write every day about little things and everything in between.

Responses (1)