Sebelum meninggalkan rumah, aku sempat menanam satu pohon bunga kecil di depan rumahku. Aku tak tahu nama dan jenisnya. Aku hanya tahu bahwa tanaman itu dapat dijadikan pagar sebab daunnya yang kembang dan akarnya yang kuat.
Sebab pengetahuan itu, aku jadi yakin untuk menanam bunga itu sebagai pagar. Kupikir, kami membutuhkan tanaman pagar yang kuat. Sebab biasanya, selepas panen, tetanggaku akan melepas sapi-sapinya ke sawah di depan rumahku.
Kadang aku merasa senang melihat pemandangan sapi-sapi di depan rumahku. Tapi kadang pula aku merasa berang. Sebab sapi-sapi itu seringkali naik ke pekarangan rumahku.
Sapi-sapi itu hanya punya satu tujuan, mencari makan. Tapi, ketika naik ke halaman rumahku, maka habis pulalah bunga dan sayur yang ditanam ibuku. Bukan hanya itu, yang lebih menjengkelkan adalah ketika sapi-sapi itu membuang kotorannya di kolong rumahku.
Aku tak tahu bagaimana kabarnya saat ini. Aku tak tahu apakah sapi-sapi itu masih sering berkeliaran di sekitar rumahku. Aku tak tahu apakah pohon bunga yang kutanam itu tumbuh dan menjadi pagar yang kuat. Aku tak tahu apakah kebun sayur di halaman rumahku masih tumbuh.
Aku tak tahu. Apalagi, terakhir kali ketika aku menelepon Ibu, aku lupa menanyakan tentang tanamanku dan sapi-sapi itu. Ibu hanya bercerita tentang ayam-ayamku. Katanya, biawak yang meresahkan itu menghabisi anak-anak ayamku.
Aku hanya bisa membayangkan saja. Lagipula tak banyak yang bisa kulakukan dari kejauhan ini. Aku hanya bisa berharap, suatu saat nanti jika aku kembali ke rumah, aku ingin bisa kembali membesarkan tanaman-tanamanku, ayam-ayamku, dan mengusir jauh-jauh sapi-sapi dan biawak pengacau itu.