Mendengar AlKisah

wahab
3 min readFeb 6, 2024

--

Aku sempat bingung ketika menemukan pasir atas meja di kamarku. Aku membersihkannya dan menemukan sumbernya. Ternyata datang dari buku catatan harianku.

Akhir pekan lalu, aku ke pantai. Tepatnya minggu sore, aku ke pantai menikmati waktu sendiri. Selain menunggu matahari tenggelam, memotret orang-orang sendiri, aku juga menyempatkan diri mencatat hal-hal kecil di buku catatan harianku.

Sore itu, angin tidak sekalem biasanya. Tapi aku tetap mencatat. Namun aku tidak menyadari bahwa beberapa kali ketika angin bertiup, pasir ikut menyelinap di sela-sela lembar kertasku.

Sebetulnya, aku sempat berpikir untuk berhenti mencatat ketika angin mulai meniup-niup kertasku. Tapi, karena aku sedang benar-benar asik dengan catatanku, aku mengabaikan angin dan meneruskan ceritaku.

Bukan cerita yang menarik, tapi aku senang sempat mencatatnya. Aku mencatat sore dan hal-hal yang kulihat di pantai, entah itu tentang anak-anak yang bermain air, dua sejoli yang sedang menikmati sore, maupun pemilik anjing yang sedang berjalan santai di pantai.

Sore itu, pantai itu benar-benar beda dari biasanya. Selain karena angin yang mulai tidak kalem, suasanya juga sungguh beda. Tidak lagi sepi dan menenangkan. Cukup ramai.

Di antara keramaian itu, ada satu hal yang menarik perhatianku.

Waktu itu aku sedang duduk sendiri. Di samping kananku, mungkin sekitar tiga langkah dariku, dua orang remaja lelaki sedang duduk bercerita. Jarak mereka denganku tidak terlalu jauh jadi aku bisa mendengar samar percakapan mereka.

Salah satu dari mereka berperan sebagai pencerita. Semua hasil percakapan yang kudengar datang dari dia. Sedangkan yang satunya lagi, sebagai pendengar, dia lebih banyak menambahkan pertanyaan-pertanyaan kecil yang membuat si pencerita terus mengutarakan kisahnya.

Aku menduga mereka itu masih di kisaran usia anak SMP. Aku hanya menyimpulkan saja dari ceritanya yang kudengar. Ditambah, wajah dan perawakan mereka juga tampak masih muda. Tapi cerita-cerita mereka, sungguh dewasa.

Si pencerita itu menceritakan mengenai pengalamannya berkelahi. “Minggu lalu. Tiga lawan satu, saya.” Begitu katanya.

“Besar orangnya?” tanya si pendengar

“Sama besar dengan saya. Tapi mereka tiga orang.”

“Bagaimana mulanya?”

Seperti kisah-kisah heroik dalam film-film, kisah perkelahian selalu dimulai karena ada salah satunya yang menyalakan api.

Si pencerita, ternyata adalah orang yang menyalakan api itu. Dia menantang tiga orang sekaligus. Bukan tanpa sebab, tapi karena dia merasa kesal bahwa ada orang yang lebih nakal daripada dia.

“Eh, kau masih kecil tapi sudah preman ya?” Begitu katanya ketika dia mulai mendekati tiga orang lawannya.

Perkelahian itu mungkin saja tidak terjadi jika tidak seorangpun di antara tiga orang itu menanggapinya. Tapi, salah satunya tiba-tiba membalasnya “Kenapa? Kau mau berkelahi?”

Menurut si pencerita, dia sedang asik menggasak salah satunya ketika Bapak-bapak terdekat menghentikan mereka dan bilang “Ini sudah besar tapi berkelahi lawan anak SD.”

“Hah, lawan kamu anak SD?” Si pendengar tiba-tiba menyela.

Si pencerita hanya menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum. Lalu dia menambahkan “Tapi mereka badannya sama besar dengan saya. Mereka masih SD tapi sudah nakal. Sudah ada yang merokok, sudah punya motor sendiri dan hedon-hedon juga.”

“Lawan kamu gimana jadinya?” tanya si pendengar

“Kalau bapak-bapak itu tidak ada, yang satu orang itu sudah habis.” Kata si pencerita sambil tangannya memperagakan seolah dia sedang mengunci lawannya seperti yang dilakukan Khabib Nurmagedov kepada Conor McGregor.

Tentu saja, cerita adalah milik pemenang. Seperti yang sering kudengar di bangku kuliah dulu, katanya ‘sejarah itu ditulis oleh pemenang’.

Jarang dan seingatku, aku tidak pernah mendengar kisah perkelahian diceritakan oleh orang-orang yang kalah. Selalu pemenang yang menjadi sumber cerita-cerita gagah itu.

Entahlah, tapi mungkin, tidak mudah bagi setiap orang untuk menerima kekalahan. Apalagi sampai harus menceritakan kekalahannya.

Dan kupikir, ini bukan hal yang langka.

--

--

wahab
wahab

Written by wahab

i write every day about little things and everything in between.

No responses yet