Menyimak Percakapan Orang-Orang di Kedai Kopi

wahab
3 min readJul 13, 2024

--

Photo by Jacek Dylag on Unsplash

Setelah sekian lama, akhirnya aku berkunjung lagi salah satu kedai kopi favoritku. Lagipula malam ini aku cukup lowong, aku ingin keluar mencari suasana baru untuk menulis catatan harian ini. Sebab belakangan, aku sedikit suntuk dengan suasana kamarku.

Aku baru menyadari bahwa sudah cukup lama aku tidak datang ke kedai kopi ini. Aku lupa kapan terakhir kali datang ke sini. Hanya saja, aku sedikit terkejut dengan beberapa perubahan kecil yang kutemukan. Salah satunya, harga Es Kopi Susu yang biasanya kupesan sedikit mengalami kenaikan. Jadinya, aku memesan minuman lain. Namun sama saja, ternyata hampir semua menu yang ada mengalami perubahan harga.

Selain perubahan kecil pada harga, ada satu hal lagi yang membuatku sedikit terkejut. Mungkin pula aku tidak perlu terkejut. Salah satu barista di kedai kopi ini, yang diam-diam kukagumi, tampak semakin manis. Aduh, aku tak tahu harus memilih kata apa. Kupikir kata “manis” terdengar terlalu berlebihan. Mungkin aku bisa memilih kata “menyenangkan” sebab hal-hal yang baik biasanya menyenangkan. Benar, hari ini dia tampak menyenangkan.

Lupakan. Lagipula, aku hanya mengaguminya diam-diam. Aku tidak punya sedikitpun keberanian untuk mengajaknya berkenalan atau berbincang tentang hal-hal sepele. Bahkan sekadar mencuri-curi pandang atau tersenyum padanya pun, aku tidak mampu. Aku tidak bisa membayangkan diriku melakukan itu seperti di film-film. Lupakan, dia sudah punya kekasih. Lupakan!

Hari ini aku duduk di bagian halaman belakang. Bukan di dekat jendela, tempatku biasanya, sebab sepasang kekasih sedang duduk di tempat itu. Sebetulnya tempat itu memang untuk dua orang, dan sepertinya memang didesain untuk orang-orang yang ingin berbincang lebih dekat lagi. Kalau bisa dibilang, tempat itu seperti “pojok favorit introvert.” Itu pula sebabnya aku senang duduk di tempat itu, tapi tidak untuk malam ini.

Aku duduk tidak jauh dari mereka. Sebetulnya, aku bisa mendengar apa yang mereka bincangkan sebab jarak kami tidak terlalu jauh dan musik di kedai kopi ini dimainkan dengan volume yang rendah. Awalnya aku berpikir untuk memasukkan sedikit percakapan mereka yang kudengar ke dalam catatan ini, tapi setelah kupikir-pikir sebaiknya aku tidak melakukannya. Aku takut jika tiba-tiba mengenang suasana percakapan seperti itu dengan seseorang di hari lalu. Bagian ini juga, lupakan!

Masih tentang sepasang kekasih itu. Aku rasa mereka sepertinya pengunjung yang baru pertama kali datang ke kedai kopi ini. Sebab beberapa saat lalu, lelaki itu berdiri dan mendatangi salah satu barista kedai kopi ini yang sedang membersihkan meja.

“Kak, di sini boleh merokok?”

“Boleh, Kak. Kan ini di bagian luar. Boleh, kok. Asbaknya ada di bagian sana, Kak.” Jawabnya dengan keramahan seorang barista.

“Terima kasih, ya Kak. Kirain di sini tidak boleh merokok karena saya tidak melihat ada orang yang merokok di sini.” Lelaki itu meyakinkan dirinya sekali lagi sambil mengambil asbak lalu kembali duduk dan berbincang dengan kekasihnya.

Cukup menyenangkan melihat mereka. Maksudku, aku senang melihat orang-orang yang bisa berbincang terbuka tentang apa saja. Entah itu hal sepele dan biasa-biasa saja, tanpa harus berusaha mencairkan kekakuan. Apalagi, mereka tampak seperti pasangan yang serasi. Perempuan itu lebih banyak bercerita dan lelaki itu adalah pendengar yang baik. Bahkan aku, yang berada di meja sebelah, serasa seperti sedang mendengarkan seseorang berbincang kepadaku.

Kacau. Aku belum selesai bercerita tentang sepasang kekasih yang ada di depanku, sekarang datang sepasang yang baru. Mereka duduk tepat di sampingku. Kenapa Sabtu malam selalu seperti ini, penuh dengan dengan orang-orang yang berpasang-pasangan? Hanya saja, sepasang kekasih yang ini tampaknya sedikit malu-malu. Mereka berbincang denga nada suara seperti sedang berbisik. Kupikir mereka tidak perlu malu, lagipula aku tidak mengganggu mereka. Aku juga bahkan tidak ada niat untuk mendengar percakapan mereka sekalipun tetap saja aku bisa mendengarnya dengan jelas.

Kupikir, jika aku ingin mencatat semua percakapan mereka di sini, aku bisa saja melakukannya. Rasanya seperti aku menemukan permainan baru. Mencuri dengar percakapan orang-orang lalu diam-diam memasukkan mereka sebagai tokoh dalam cerita yang kutulis. Begini salah satu percakapan mereka:

“Bohong, itu bukan kopi. Aku kok sering dibohongin,” kata perempuan itu kepada kekasihnya.

Aduh sepertinya percakapan di sini sedikit lebih dalam dibanding dengan percakapan sepasang kekasih di sebelah sana. Sepertinya aku sebaiknya segera pergi dan menutup catatan malam ini. Lagipula, aku jadi lupa apa yang sebetulnya ingin kuceritakan malam ini.

--

--

wahab
wahab

Written by wahab

i write every day about little things and everything in between.

No responses yet